Pada zaman Kerajaan Kediri banyak tersebar kadipten-kadipaten kecil diantaranya adalah Kadipaten Ngawi. Pada masa itu Kerajaan Kediri mengutus seorang adipatinya bernama "Adipati Kyai Banyak" untuk datang ke Kadipaten Ngawi. Dalam perjalanannya Kyai Banyak melewati alran Bengawan Solo, kemudian berhenti di Kali Loro yang artinya dua sungai yaitu pertemuan antara Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. Karena lebatnya hutan bambu disitu, Kyai Banyak memutuskan untuk beristirahat dan melakukan Andon atau Pertapaan untuk menyerahkan diri kepada sang pencipta. Kyai Banyak mendirikan Padepokan yang bernama Sarinis Benjalanga Waktu pada saat itu.
Banyak pendatang yang ingin bertapa di Padepokan tersebut, sehingga Kyai Banyak menyebutnya Poro Andum Laku yang artinya jalan suka para pertapa. Pada akhirnya berkembang menjadi Prandon. Kyai Banyak akhirnya bergelar Kyai Banyak Prandon dan tempat pertapaaan tersebut diberi nama Desa Karangtengah Prandon. Salah satu muridnya yang terkenal dan wafat di Prandon adalah Kyai Honggo Wongso yang makamnya masih dilihat sampai sekarang. Banyak keluarga Yogyakarta yang datang ke Makkam Honggo Wongso yang berada di Dusun Prandon, terutama pada bulan Muharam. Dalam perkembangannya Desa Karangtengah Prandon berkembang menjadi 8 dusun, yaitu Cabean, Prandon, Karangtengah, Sadang, Joho, Ngudal, Ngandong, dan Gandu.